Sasirangan

Aku sudah sepintar mungkin menyisihkan waktu liburanku untuk bertemu dengan Kiki, kekasih virtualku. Untuk seorang mahasiswi yang notabene berpendidikan, mungkin istilah pacar virtual agak terdengar menggelikan. Di saat banyak orang yang serius mencari pasangan di dunia nyata, aku malah mendapatkannya di dunia maya. Kalau untuk dibilang sekedar iseng, rasanya tidak juga. Buktinya aku sampai rela menemuinya ke sini, ke Banjarmasin.

Berbekal sedikit info dari beberapa situs di internet dan omongan teman-temanku, berangkat juga aku akhirnya menemui kekasihku itu. Aku pergi bersama Lili dan Dinda, dua sahabat kentalku selama aku kuliah di sini. Mereka yang memaksa untuk ikut lantaran gak tega membiarkan aku sendirian di koto Banjar yang pasti asing buatku. Konyol memang, belum pernah bertatap muka tapi hubungan kami layaknya sepasang kekasih sungguhan yang sedang menjalin Long Distance Relationship alias hubungan jarak jauh. Ah, tapi atas nama cinta, apapun bisa terjadi bukan?

Setelah seharian kemarin aku merasa sudah cukup beristirahat meregangkan otot di sebuah hotel dekat dengan pusat kota, seperti janjiku pada Kiki, hari ini aku akan menemuinya di sebuah tempat yang telah kami sepakati. Sekitar siang mungkin aku akan bertemu dengannya.

“Kamu ketemu dia siang ini kan, Rin? Lha saiki kita plesiran dulu aja yok ke pasar terapung! Rugi tho udah jauh-jauh ke sini gak ke sana… apa kata dunia?” Lili memberi masukan.

Ah benar juga, pikirku. Bolehlah aku ke sana sembari mencari oleh-oleh untuk teman-teman di kosan nanti. Siapa tahu ketemu barang unik dan bagus. “Ayoklah kalo begitu!” kataku akhirnya semangat.

Dan di sinilah kami sekarang. Di atas sebuah perahu berukuran sedikit lebih besar dari kano, sedang memilih-milih kain khas Banjar yang kata penjualnya bernama Sasirangan. Kata ibu dan bapak penjualnya, kain ini terkenal sekali. Dasar aku memang kuper dan kurang info, mendengarnya saja aku ndak pernah.

Saat sedang asyik-asyiknya melihat-lihat kain yang dihamparkan, tiba-tiba lidahku yang tadinya heboh menawar menjadi kelu. Aku nyata melihatnya. Kiki, kekasih virtualku.

“Kiki…” hanya itu yang keluar dari mulutku. Lirih sekali.

“Rina…” Kiki pun begitu.

Tak selang berapa lama, ada seorang perempuan menggelayut manja pada Kiki.

“Sayang, siapa kakak ini? teman kamu kah?” ujar perempuan itu.

Sebentar. Tadia dia memanggil Kiki dengan sebutan “kakak”, apakah berarti dia ini adiknya? Ah bukankah Kiki pernah cerita kalau dia tidak punya adik? Sebentar… sebentar… setelah kata “kakak” ada kata “sayang” yang mengikutinya. Lamat-lamat aku mulai menerka hubungan apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka. Jlebbb! Aku merasa dadaku sesak  sesesak-sesaknya. Apa maksud semua ini? Setelah ribuan kilometer aku tempuh, samudera aku sebrangi, hanya untuk melihat Kiki dengan perempuan lain?! Adil benar dunia!

Lili dan Dinda menatapku bingung. Selama ini aku memang sahabatan dengan mereka. Tapi soal wajah kekasih virtualku tak aku beritahu kepada mereka. Mereka hanya tahu nama saja. Aku mengabaikan sasirangan yang tadi aku pegang. Rohku seperti tidak pada tempatnya. Entah ke mana.

“Ennnggg… Dik, ini teman kakak… dari Surabaya… kenalkan…” tukas Kiki terbata-bata.

Gadis itu hanya tersenyum, sambil mengulurkan tangannya padaku, Lili dan Dinda. Aku membalasnya seadanya. Yuck! Lama-lama aku enek memandang tingkahnya yang manja. Aku berusaha untuk berpikir positif. Mungkin saja gadis ini dan Kiki adalah korban perjodohan orang tua mereka. Atau mungkin hanya sekedar gadis gila yang terobsesi dengan ketampanan Kiki? Yah, Kiki ternyata tampan seperti Rizki Hanggono, aktor favoritku. Aku gadis kota harusnya bisa menang kalau hanya disandingkan dengan gadis kampong macam perempuan di depanku ini.

Aku membiarkan Kiki dan gadis yang tadi bernama Siti atau siapa itu (aku kurang jelas mendengar namanya. Kurang peduli malah) mematung di depanku. Aku dan teman-teman masih asyik kembali memilih-milih kain sasirangan. Rugi rasanya harus menghabiskan waktu menerka-nerka hubungan mereka. Toh aku sudah tahu bagaimana Kiki harus mempertanggungjawabkan harapan yang sudah dia beri untuk aku.

Ya, nanti siang kami akan bertemu. Memperjelas hubungan kevirtualan kami. Tentu aku tidak berharap Kiki akan mengajak gadis itu di pertemuan pertama kami. Awas saja!

P.S : FF ini merupakan sambungan dari FF Putri Nusantara

8 thoughts on “Sasirangan

  1. Pingback: Sasirangan | Cerita Lainnya…

Leave a reply to selebvi Cancel reply